Minggu, 29 Mei 2011

Hidup Itu ...

Hidup itu bernafas, maka bernafaslah!
Hidup itu berpikir, maka berpikirlah!
Hidup itu bergerak, maka bergeraklah!
Hidup itu berkehendak, maka berkehendaklah!

Hidup layaknya perjalanan, maka berjalanlah!
Hidup layaknya permainan, maka bermainlah!
Hidup layaknya perlombaan, maka berlombalah!
Hidup layaknya petualangan, maka bertualanglah!

Hidup adalah pengharapan, maka berharaplah!
Hidup adalah perjuangan, maka berjuanglah!
Hidup adalah pengorbanan, maka berkorbanlah!
Hidup adalah hidup, maka HIDUPLAH!!

Pohon Tua

Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang.

Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam.

Pohon itu, tampak gagah di banding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya.

Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana.

Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya.

Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka dalam kebesaran pohon itu. Pohon itupun merasa senang, mendapatkan
teman, saat mengisi hari-harinya yang panjang.

Orang-orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai
berteduh. Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi.

Namun, waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-daunnya rontok, ranting-rantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu di milikinya.

Burung-burung pun mulai enggan bersarang disana. Orang yang lewat, tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh.

Sang pohon pun bersedih. "Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini?" Sang pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering.

Musim telah berganti, namun keadaan belumlah mau berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering.

Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam-malam hening yang panjang.

Hingga pada saat pagi menjelang. "Cittt...cericirit. ..cittt" Ah suara apa itu? Ternyata, ada seekor anak burung yang baru menetas.

Sang pohon terhenyak dalam lamunannya. "Cittt...cericirit. ..cittt," suara itu makin keras melengking. Ada lagi anak burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran burung-burung baru. Satu... dua... tiga... dan empat anak burung lahir ke dunia. "Ah, doaku di jawab-Nya," begitu seru
sang pohon.

Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka,akan membuat sarang-sarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung dengan jenis tertentu tertarik untuk mau bersarang disana.

Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering, ketimbang sebelumnya. Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini",
gumam sang pohon dengan berbinar.

Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang Tunas tampak tersenyum. Ah, rupanya, airmata sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam.


***


Teman, begitulah. Adakah hikmah yang dapat kita petik disana? Allah memang selalu punya rencana-rencana rahasia buat kita. Allah, dengan kuasa yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, akan selalu memberikan jawaban-jawaban buat kita.

Walaupun kadang penyelesaiannya tak selalu mudah ditebak, namun, yakinlah, Allah Maha Tahu yang terbaik buat kita.

Saat dititipkan-Nya cobaan buat kita, maka di saat lain, diberikan-Nya kita karunia yang berlimpah. Ujian yang sandingkan-Nya, bukanlah harga mati. Bukanlah suatu hal yang tak dapat disiasati. Saat Allah memberikan cobaan pada sang Pohon, maka, sesungguhnya Allah, sedang MENUNDA memberikan kemuliaan-Nya. Allah tidak memilih untuk menumbangkannya, sebab, Dia menyimpan sejumlah rahasia. Allah, sedang menguji kesabaran yang dimiliki.

Teman, yakinlah, apapun cobaan yang kita hadapi, adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang sedang dipersiapkan- Nya buat kita. Jangan putus asa, jangan lemah hati. Allah, selalu bersama orang-orang yang sabar.

Telaga Hati

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Pemuda itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Pemuda itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak mendengarkan dengan seksama.

Beliau lalu mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya garam itu ke dalam gelas,lalu diaduk perlahan.

"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya," ujar Pak tua itu.

"Asin. Asin sekali," jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu. Beliau lalu mengajak sang pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampai di tepi telaga, Pak Tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga
itu. Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga itu.

"Coba, ambil air dari telaga ini dan minumlah."

Saat pemuda itu selesai mereguk air itu, Beliau bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar," sahut sang pemuda.

"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?" tanya Beliau lagi.

"Tidak," jawab si anak muda.

Dengan lembut Pak Tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. "Anak muda,dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam tadi, tak lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama, tetapi rasa air yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan akan kegagalan yang kita rasakan dalam hidup ini, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk
menampung setiap kepahitan itu."

Beliau melanjutkan nasehatnya.

"Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan. "

Rumah Cinta Bernama KomDa FKIK

Aku punya rumah bernama KomDa FKIK. Di sana aku punya ayah, ibu, kakak, adik dan saudara sebaya. Ayah selalu menjagaku agar tidak salah langkah. Ibu menasehatiku agar aku selalu di jalan yang benar. Kakak berbagi pengalaman asam garam kehidupan. Saudara sebaya memegang tangan agar kuat menghadapi badai. Adik-adik dengan mata berbinar minta bimbingan. Aku sangat cinta keluargaku.
Tak semua anggota keluargaku orang baik. Seperti halnya manusia, mereka punya dosa dan pahala. Aku berusaha menerima kenyataan itu. Sebab aku tahu, mereka tak seburuk yang kusangka. Siapa tahu mereka lebih baik daripada aku. Bukankah penampilan sering menipu. Prasangka baik adalah senjata ampuh agar aku tetap bisa mencintai keluargaku
Sering aku kecewa pada mereka. Ayah terlalu sibuk bekerja. Ibu sering pergi entah ke mana. Kakak tak sempat duduk bersama mendengarkan keluh kesah. Saudara sebaya terlihat sombong dan angkuh dalam dunianya, sedang adik terus merengek minta perhatian ekstra. Aku sendirian. Aku kesepian. Air mata menetes. Aku menangis tanpa suara.
Waktu mengajak aku melihat dari sudut pandang berbeda. Ternyata semua itu adalah cara keluarga mendewasakan aku. Aku dituntut mandiri. Tak terlalu bergantung pada mereka. Ayah dan Ibu hanya membukakan pintu, harus aku sendiri melalui. Kakak hanya bisa menunjukkan jalan, harus aku sendiri meretasnya.
Saudara sebaya menempuh jalur lain, agar semua tempat kami tapaki. Ketika sadar akan hal itu, kugendong adik menerjang duri. Kami berpeluh bersama. Kami berdarah semua. Namun kami bahagia. Merasakan nikmatnya persaudaraan tiada dua.
Ketika aku sakit, sering aku merasa tak diperhatikan. Seolah menderita sendiri. Namun sebelum pergi ternyata keluargaku meninggalkan obat. Kadang-kadang mereka juga mengirim suplemen dari jauh. Lagi-lagi, harus aku sendiri menyeduh dan mengunyahnya. Dari tampilannya, obat itu terlihat pahit. Tapi ketika kutelan rasanya manis sekali. Aku jadi tenang. Tidurku jadi nyenyak. Esoknya aku bangun dengan kesegaran baru. Semangat baru.
Ketika beranjak dewasa, aku harus lepas dari keluargaku. Aku harus membangun rumah sendiri. Sebuah rumah sederhana. Dibangun dengan bahan-bahan alami yang tersebar di alam raya. Murah tinggal mau atau tidak memungutnya. Hanya saja ayah ibu selalu berpesan "pondasi rumahmu harus kuat! Tak boleh goyah diterjang badai hardikan. Jangan sampai roboh diusik angin dengki. Cabuti ilalang rakus tamak. Kamu harus mempercantik rumahmu setiap pekan. Berbagilah, jangan kerja sendiri. Tentukan, siapa yang mengurus teras, ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur dan ruang mandi cuci kakus. Pagarilah rumahmu dengan cinta kasih hakiki." Pesan itu selalu ternginag di telingaku.
Meski seadanya aku berusaha mendirikan rumah sendiri. Lalu aku melakukan perjalanan ke pelosok negeri. Melihat saudara-saudaraku yang juga membangun rumah juga. Setiap rumah yang kudatangi selalu menyambut hangat. Aku akan bercerita tentang tinta-tinta yang tertoreh. Tentang jejak-jejak yang tertinggal, tentang lembar-lembar kertas yang disobek. Tentang tunas-tunas yang disemai. Tentang virus-virus berbahaya pemakan semangat. Setelah puas bertukar kata, akan tumbuh satu bunga di hatiku.
Bunga itulah yang akan kubawa sebagai oleh-oleh untuk keluargaku. KomDa FKIK adalah rumahku. Aku akan selalu cinta. Selalu sayang. Bagaimanapun aku lahir di sana. Besar di sana. Dewasa disana. Belajar bersama. Aku akan selalu merawat rumahku agar selalu bersih. Menghiasnya dengan aneka hiasan cantik. Bunga-bunga indah. Akan kusemprotkan pengharum ruangan yang tak lekang oleh waktu.
Kusajikan makanan-makanan enak bagi para tamu. Biar mereka betah tinggal di rumahku. Biar selalu muncul wajah-wajah baru yang juga akan membangun rumah di kemudian hari.
KomDa FKIK rumahku. Cintaku. Cara aku mengabdi pada-Nya. Cara aku meraih ridho-Nya. Damaikan aku selalu di sisi-Mu.

“Organisasi bukan hanya kumpulan orang-orang
seperti benda-benda yang terdiam,
tetapi organisasi adalah kumpulan orang-orang yang
memiliki tujuan dan manfaat”.


Aku dan Rumah Cinta Komda FKIK ^^

Cari Tahu